PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTANSI PUBLIK
Bapepam Periksa Kantor Akuntan Publik Bank Lippo
Nama : Budi Wahyudi (21210480)
Chairul
Tri Prabowo (21210542)
Daniel
Pangondian (21210675)
Dzikri
Andika (22210233)
Septiandi
Saputra (26210478)
<Tugas kelompok Etika Profesi Akuntansi>
PT. Bank Lippo
Tbk laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang dikeluarkan
tanggal 30 September 2002, yaitu terjadi perbedaan informasi atas Laporan
Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat kabar
nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan laporan keuangan yang disampaikan
ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan
manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan
Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko,
Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian.
Badan
Pengawas Pasar Modal memeriksa kantor akuntan publik Ernst
& Young, Sarwoko and Sanjaya, yang mengaudit laporan keuangan PT Bank Lippo
Tbk. Akuntan publik itu dimintai keterangannya tentang kesesuaian audit Lippo
dengan standar akuntansi yang ada di Indonesia. laporan keuangan
harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Dugaan jika dilihat dari laporan keuangan pada PT bank Lippo Tbk terdapat
penggandaan laporan keuangan. Selain meminta keterangan dari akuntan publik,
Bapepam juga berencana memanggil manajemen bank.
Perbedaan
laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002, antara yang dipublikasikan
di media massa dan yang dilaporkan ke BEJ. Dalam laporan yang
dipublikasikan melalui media cetak pada tanggal 28 November 2002 disebutkan
total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98
Miliar.Sedangkan dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva
berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih menjadi Rp 1,3 triliun.
Manajemen
Lippo beralasan, perbedaan itu terutama pada kemerosotan nilai agunan yang
diambil alih (AYDA) dari Rp 2,393 triliun pada laporan publikasi dan Rp 1,42
triliun pada laporan ke BEJ. Akibatnya keseluruhan neraca dan akun-akun berbeda
signifikan, termasuk penurunan rasio kecukupan modal (CAR) dari 24,77
persen menjadi 4,23 persen.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran
direksi PT. Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar. “Atas kekurang hati-hatian direksi
dalam mencantumkan kata diaudit dan opini wajar tanpa pengecualian pada iklan
laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002.
Sehubungan dengan masalah ini, BEJ telah meminta manajemen Bank Lippo untuk
mengadakan paparan publik, paling lambat pada15 Februari mendatang.
Kesimpulan :
Pihak
manajemen Bank Lippo membuat dua laporan keuangan yang berbeda demi kepentingan
perusahaannya sendiri, dan pihak kantor akuntan publik Ernst & Young,
Sarwoko and Sanjaya selaku auditor laporan keuangan Bank Lippo
mengaku hanya mengaudit satu laporan keuangan saja. Dengan demikian, disinyalir
KAP ini memiliki keterkaitan dengan kasus ini karena sebagai auditor,
seharusnya KAP tahu seluk beluk perusahaan tersebut.
Dalam kasus ini, ada beberapa etika profesi yang dilanggar, baik itu oleh KAP Ernst & Young, Sarwoko and Sanjaya maupun oleh pihak manajemen Bank Lippo itu sendiri. Etika-etika tersebut antara lain kepentingan publik, integritas, obyektivitas, dan standar teknis.
Laporan keuangan ganda yang di keluarkan oleh Bank Lippo jelas sudah mengganggu kepentingan publik. Pihak pemegang saham yang memiliki kepentingan atas laporan keuangan tersebut sudah pasti dirugikan karena akuntan Bank Lippo yang tidak memiliki integritas teguh sebagai seorang akuntan. Ini membuktikan bahwa akuntan Bank Lippo ini tidak memiliki perilaku profesional dan telah melakukan tindakan yang mendiskreditkan profesi.
Sementara dari sisi KAP yang mengaudit Bank Lippo, seharusnya memiliki standar teknis yang sistematis dalam mengaudit perusahaan. Dengan standar teknis tersebut, auditor mampu mengetahui isi perusahaan secara keseluruhan dan mampu mendeteksi hal-hal yang tidak sesuai dengan standar. Selain itu, auditor harus obyektiv dalam mengaudit kliennya, jangan ada persekongkolan apa pun karena hal itu akan bertentangan dengan kepentingan publik. Oleh karena itu, obyektivitas akuntan dibutuhkan dalam setiap pekerjaannya agar dapat tetap bisa menjaga kredibilitas dan independensi seiring dengan sikap professional akuntan itu sendiri.
Dalam kasus ini, ada beberapa etika profesi yang dilanggar, baik itu oleh KAP Ernst & Young, Sarwoko and Sanjaya maupun oleh pihak manajemen Bank Lippo itu sendiri. Etika-etika tersebut antara lain kepentingan publik, integritas, obyektivitas, dan standar teknis.
Laporan keuangan ganda yang di keluarkan oleh Bank Lippo jelas sudah mengganggu kepentingan publik. Pihak pemegang saham yang memiliki kepentingan atas laporan keuangan tersebut sudah pasti dirugikan karena akuntan Bank Lippo yang tidak memiliki integritas teguh sebagai seorang akuntan. Ini membuktikan bahwa akuntan Bank Lippo ini tidak memiliki perilaku profesional dan telah melakukan tindakan yang mendiskreditkan profesi.
Sementara dari sisi KAP yang mengaudit Bank Lippo, seharusnya memiliki standar teknis yang sistematis dalam mengaudit perusahaan. Dengan standar teknis tersebut, auditor mampu mengetahui isi perusahaan secara keseluruhan dan mampu mendeteksi hal-hal yang tidak sesuai dengan standar. Selain itu, auditor harus obyektiv dalam mengaudit kliennya, jangan ada persekongkolan apa pun karena hal itu akan bertentangan dengan kepentingan publik. Oleh karena itu, obyektivitas akuntan dibutuhkan dalam setiap pekerjaannya agar dapat tetap bisa menjaga kredibilitas dan independensi seiring dengan sikap professional akuntan itu sendiri.
Sumber :
http://www.suaramerdeka.com/harian/0302/24/eko1.htm
http://singgihnurseto.blogspot.com/2009/12/skandal-laporan-keuangan-ganda-bank.html
http://www.tempo.co/read/news/2003/02/03/0562286/Bapepam-Periksa-Kantor-Akuntan-Publik-Bank-Lippo